Sekolah di Masa Pandemi, Minimnya Kemampuan Guru Berteknologi, Ketidakmerataan Jaringan dan Banyaknya Keluhan Orang Tua

 

Foto oleh Julia M Cameron dari Pexels

            Salah satu sarat agar belajar dari rumah (BDR) menjadi efektif dan sukses, adalah bagaimana kemampuan guru dalam menggunakan teknologi sebagai sarana dan media penyampaian materi. Jangan sampai terulang kembali kondisi awal pandemi di bulan maret, banyak keluhan dari wali murid yang mengeluh karena guru hanya memberikan tugas secara berkala. Namun tidak memberikan sarana pembelajaran.

Beberapa daerah tertentu belajar dari rumah (BDR) bukanlah hal yang baru atau menjadi sebuah tantangan baru lagi untuk guru belajar lagi. Namun tidak semua sekolah siap dan tidak semua guru siap. Meskipun begitu terkadang gurunya sudah siap dan kompeten namun sarana dari siswa yang tidak semua memiliki. Contohnya meskipun memiliki handpone belum tentu mampu membeli kuota.

Hal-hal seperti ini yang selalu menjadi dilema, sehingga mungkin masih terdapat beberapa sekolah di daerah yang tidak memiliki akses internet, juga belum memiliki sarana pra sarana, yang memaksa membuka sekolah dengan tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan. Ada juga sekolah yang tetap melakukan pembelajaran dari rumah, namun siswa harus pergi ke suatu daerah yang jauh dari rumahnya agar mendapatkan sinyal.

Setiap kebijakan memang tidak ada sempurna. Namun saya sebagai penulis yang juga sebagai pengajar, berharap dengan tulisan ini semakin ada evalusi dan peningkatan baik dari kompetensi guru, bantuan sarana untuk siswa yang kurang mampu dan sarana sekolah. Guna meningkatkan sumber daya manusia selanjutnya. Kabar baiknya bulan ini berdasarkan isue yang beredar siswa mendapatkan paket kuota dari kemendikbud. Semoga dengan begitu dapat membantu siswa agar lebih efektif belajar dari rumah.

Lebih dari itu, keluhan dari wali murid juga tidak hanya pada kalangan menengah kebawah yang memang tidak memiliki akses untuk membeli sarana. Namun tingkat pendidikan pun mempengaruhi, karena bisa jadi para orang tua yang menyekolahkan anaknya tingkat pendidikannya lebih rendah sehingga ketika pemebelajaran dilakukan jarak jaruh, orang tua tidak mampu membantu dan membimbing yang akhirnya menjadi sebuah konflik baru. Kemudian bagi kalangan menengah ke atas pun mempunyai keresahan tersendiri, dimana biasanya bapak dan ibunya adalah seorang pekerja yang sibuk, sehingga mereka harus meluangkan waktu untuk menemani atau membantu anaknya belajar. Hal tersebut juga membuat konflik-konflik baru antara orang tua dan anak.

Pada akhirnya, sekolah di masa pandemi ini banyak pelajaran dan hikmah yang kita dapatkan. Bahwa ternyata memang peran guru tidaklah mudah. Terbukti dengan banyaknya keluhan wali murid yang kewalahan membantu anaknya belajar. Bayangkan biasanya seorang guru mengajara 30an murid dalam satu kelas. Semoga pandemi ini segera berakhir dan setelah berakhirnya pandemi ini, mari kita lebih menghormati dan mengghargai guru kita. Karena perannya memang tidak mudah.

Posting Komentar

0 Komentar