"Semua orang bagiku adalah guru. Bahkan pemabuk pun adalah guru bagiku. Dengan dia mabuk dan nyungsep di comberan dia telah mengajarkanku agar tidak menjadi pemabuk." Sepenggal kalimat yang saya kutip dari penulis terkenal yang banyak di kenal kaum milenial yang mungkin dengan karyanya yang fenomenal “Dilan”. Pidi Baiq.
Saya sangat setuju dengan beliau bahwa
benar semua orang adalah guru. Namun tidak semua orang mampu mencapai pada pola
pikir beliau, karena dengan menganggap semua orang guru dengan kata lain kita
menganggap diri kita adalah murid yang selalu haus ilmu dari orang lain. Jika
semua orang adalah guru maka kita harus menggap diri kita adalah murid, mungkin
tidak semua orang tidak memiliki kerendah hatian sepeerti itu. Seringkali malah
kita melihat setiap orang menganggap dirinya adalah seorang guru karena merasa
lebih baik, dan lebih unggul enah itu secara keilmuan, akhlak dll.
Setiap orang menganggap dirinya guru
hanya untuk menggurui sejatinya orang tersebut belum memaknai apa itu guru yang
sesungguhnya. Lalu kapan seseorang bisa di anggap guru? Siapapun orangnya
marilah kita anggap guru, agar kita senantiasa menggambil hikmah bahkan dari
seorang pemabuk atau pencuri. Karena mengambil hikmah adalah sebuah mutiaranya
kehidupan. Sehingga tidak ada lagi celah bagi kita untuk tidak bersyukur dan
menyerah.
Jika semua orang adalah guru, maka siapa
muridnya? Setiap murid adalah guru, dan setiap guru adalah murid. Rumit bukan
konsep ini? Adanya murid karena ingin mengambil ilmu dari guru. Dan setiap guru
adalah sosok yang selalu ingin berbagi ilmu dengan yang lain. Maka untuk
berbagi ilmu sangat penting bagi guru untuk selalu belajar dan belajar untuk di
ajarkan. Maka ketika seorang guru sudah berhernti belajar atau sudah puas
dengan keilmuannya yang segitu-gitu saja, maka diragukan jiwa keguruannya.
0 Komentar