Persepsi Negatif Tentang Ospek dan Budaya Bullying Turun Menurun

 

Akhir-akhir ini, ramai diperbincangkan di platform digital mana pun mengenai video viral kaka tingkat yang sedang marah pada saat kegiatan ospek atau PKKMB (Perkenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru). Sebelumnya mari kita samakan dulu konsep pembullyan agar kita mampu membedakan mana bully atau bukan. Karena boleh jadi bahkan yang melakukannya atau korbannya tidak sadar bahwa yang di alami atau yang dilakukannya termasuk dalam kategori bullying.

Foto oleh cottonbro dari Pexels

Bullying merupakan kata lain dari penindasan, penindasan tersebut bisa berbentuk verbal, psikologi atau emosional dan fisik. Penindasan yang dimaksud adalah bentuk aktivitas yang bertujuan untuk menyakiti, merendahkan dan mendiskriminasi baik secara verbal, psikologi dan fisik. Dan untuk jenis-jenisnya akan lebih banyak lagi misalnya untuk jenis bullying verbal yaitu catcalling, bodyshaming dll. Untuk jenis bully secara psikologi atau emosional yaitu tindakan pengancaman, merusak reputasi sesorang dll. Untuk pembullyan secara fisik tentu ini yang sangat mudah terdeteksi karena efeknya terlihat jelas seperi bekas pukulan, tendangan dll.

Akibat dan prosesnya yang tidak terdeteksi secara mudah, maka seringkali pembullyan secara verbal dan psikologi tidak disadari oleh pelaku bahkan korban, terutama pada kasus bully secara verbal. Boleh jadi pelaku hanya menganggap itu hanya sebuah lelucon, namun bagi korban hal tersebut bisa berdampak pada kehidupan pribadi dan pelilakunya. Hal ini pernah saya tuliskan di artikel mengenai catcalling (klik di sini untuk membaca) di mana seorang siswa yang sering mengalami catcalling pada saat ke warung karena dimintai tolong sama ibunya. Akhirnya siswa tersebut tidak mau lagi dimintai tolong sama ibunya dan cenderung untuk malas keluar. Hal ini juga bisa terjadi pada mahasiswa baru ketika di ospek, ketika seseroang mendapatkan perlakuan tidak baik atau mendapatkan bully, bisa jadi orang tersebut menjadi seseorang yang menarik diri dari lingkungan atau malah bisa jadi ada hasrat ingin membalas dendam. Dampak tersabutlah yang mungkin mendasari budaya bully pada ospek yang selalu dilakukan secara turun menurun. Sehingga lahirnya persepsi negatif tentang ospek.

Lalu, idealnya ospek seperti apakah yang bebas dari dari bully? Saya pun tidak tau seperti apa, namun berdasarkan pengalaman saya pada saat ospek, perundungan atau penindasan tidak terjadi kampus saya, malah kegiatan tersebut melatih kedispilinan (tanpa adanya penindasan) dan banyak kegiatan seperti seminar sehingga banyak informasi baik itu mengenai instansi, jurusan, alumni dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Namun kita tidak bisa melihat dari satu sudut pandang dan satu pengalaman saja. Karena mungkin di luar sana masih saja, ada oknum-oknum tertentu yang masih melakukan penindasan pada saat ospek.

Dengan adanya tulisan ini, saya berharap penindasan terutama di era digital dan ospek jarak jauh ini, tidak ada lagi perundungan secara digital terutama pada saat proses ospek terjadi. Karena jejak digital lebih mudah terekam dari pada era sebelumnya. Di era digital dan keterbukaan ini, semoga menjadi tameng agar kita seringkali introspeksi diri agar tidak berbuat yang nanti berakibat fatal.

Posting Komentar

0 Komentar