Akhir-akhir ini, ramai diperbincangkan di
platform digital mana pun mengenai video viral kaka tingkat yang sedang marah
pada saat kegiatan ospek atau PKKMB (Perkenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa
Baru). Sebelumnya mari kita samakan dulu konsep pembullyan agar kita mampu
membedakan mana bully atau bukan. Karena boleh jadi bahkan yang melakukannya
atau korbannya tidak sadar bahwa yang di alami atau yang dilakukannya termasuk
dalam kategori bullying.
Bullying merupakan kata lain dari
penindasan, penindasan tersebut bisa berbentuk verbal, psikologi atau emosional
dan fisik. Penindasan yang dimaksud adalah bentuk aktivitas yang bertujuan
untuk menyakiti, merendahkan dan mendiskriminasi baik secara verbal, psikologi
dan fisik. Dan untuk jenis-jenisnya akan lebih banyak lagi misalnya untuk jenis
bullying verbal yaitu catcalling, bodyshaming dll. Untuk jenis bully secara
psikologi atau emosional yaitu tindakan pengancaman, merusak reputasi sesorang
dll. Untuk pembullyan secara fisik tentu ini yang sangat mudah terdeteksi
karena efeknya terlihat jelas seperi bekas pukulan, tendangan dll.
Akibat dan prosesnya yang tidak
terdeteksi secara mudah, maka seringkali pembullyan secara verbal dan psikologi
tidak disadari oleh pelaku bahkan korban, terutama pada kasus bully secara
verbal. Boleh jadi pelaku hanya menganggap itu hanya sebuah lelucon, namun bagi
korban hal tersebut bisa berdampak pada kehidupan pribadi dan pelilakunya. Hal ini
pernah saya tuliskan di artikel mengenai catcalling (klik di sini untuk membaca) di mana seorang siswa yang
sering mengalami catcalling pada saat ke warung karena dimintai tolong sama
ibunya. Akhirnya siswa tersebut tidak mau lagi dimintai tolong sama ibunya dan
cenderung untuk malas keluar. Hal ini juga bisa terjadi pada mahasiswa baru
ketika di ospek, ketika seseroang mendapatkan perlakuan tidak baik atau
mendapatkan bully, bisa jadi orang tersebut menjadi seseorang yang menarik diri
dari lingkungan atau malah bisa jadi ada hasrat ingin membalas dendam. Dampak tersabutlah
yang mungkin mendasari budaya bully pada ospek yang selalu dilakukan secara
turun menurun. Sehingga lahirnya persepsi negatif tentang ospek.
Lalu, idealnya ospek seperti apakah yang
bebas dari dari bully? Saya pun tidak tau seperti apa, namun berdasarkan pengalaman
saya pada saat ospek, perundungan atau penindasan tidak terjadi kampus saya,
malah kegiatan tersebut melatih kedispilinan (tanpa adanya penindasan) dan
banyak kegiatan seperti seminar sehingga banyak informasi baik itu mengenai
instansi, jurusan, alumni dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Namun kita
tidak bisa melihat dari satu sudut pandang dan satu pengalaman saja. Karena mungkin
di luar sana masih saja, ada oknum-oknum tertentu yang masih melakukan
penindasan pada saat ospek.
Dengan adanya tulisan ini, saya berharap
penindasan terutama di era digital dan ospek jarak jauh ini, tidak ada lagi
perundungan secara digital terutama pada saat proses ospek terjadi. Karena jejak
digital lebih mudah terekam dari pada era sebelumnya. Di era digital dan
keterbukaan ini, semoga menjadi tameng agar kita seringkali introspeksi diri
agar tidak berbuat yang nanti berakibat fatal.
0 Komentar